VNN.CO.ID, JAKARTA - Kesehatan mental siswa di Palestina saat ini sangat memprihatinkan akibat serangan Israel yang terus-menerus. Banyak siswa yang mengalami trauma dan depresi akibat kehilangan orang tua, kakak, atau adik, serta kehilangan hak untuk hidup dan berkembang dengan baik, serta dapat belajar dengan baik.
Mengutip Databoks, penelitian yang dilakukan oleh Save the
Children, sebuah organisasi internasional yang berfokus pada hak anak, pada
tahun 2022 menunjukkan sekitar 77% anak-anak di Gaza merasa sedih dan depresi, 78%
merasa berduka, 84% merasa ketakutan, 81% merasa tegang, dan 80% merasa cemas.
Gejala-gejala ini menunjukkan adanya gangguan stres
pascatrauma (PTSD) yang dapat mempengaruhi perkembangan otak, kemampuan
belajar, dan hubungan sosial anak-anak. Selain itu, BBC News pada 2021
menuliskan bahwa lebih dari setengah anak-anak di Gaza mengatakan mereka pernah
berpikir untuk bunuh diri dan tiga dari lima anak di antaranya melakukan
tindakan menyakiti diri sendiri.
Serangan Israel ke Palestina, khususnya di wilayah
gaza selama tahun-tahun juga menyebabkan banyaknya fasilitas kesehatan dan
sekolah yang rusak atau hancur akibat pengeboman, sehingga menyulitkan siswa
untuk mendapatkan layanan medis dan pendidikan yang memadai. Selain itu, banyak
siswa yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan makanan, air bersih, dan
listrik, yang juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental mereka.
Masalah Psikologis Anak-Anak Palestina
Menurut Welsh Joint Education Committee, terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi kondisi mental seseorang, yaitu: Pengalaman
masa lalu (kanak-kanak), latar belakang lingkungan, pola asuh, dan derivasi
sosial.
Faktor-faktor ini dapat berdampak positif atau negatif
pada kesejahteraan psikologis seseorang, tergantung pada jenis dan intensitas
pengalaman yang dialami. Dalam konteks Palestina, faktor-faktor ini cenderung
berdampak negatif, karena banyak siswa yang mengalami pengalaman masa lalu yang
traumatis, latar belakang lingkungan yang tidak aman dan tidak kondusif, pola
asuh yang kurang mendukung dan memberdayakan, serta derivasi sosial yang tinggi
akibat diskriminasi dan marginalisasi oleh Israel.
Source: Getty Image
Hal ini menyebabkan banyak siswa di Palestina
mengalami gangguan kesehatan mental, seperti stres, depresi, kecemasan, PTSD,
dan bahkan bunuh diri. Oleh karena itu, perlu adanya intervensi yang tepat dan
efektif untuk mengatasi masalah kesehatan mental siswa di Palestina, dengan
memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Menurut Republika Online, kondisi politik dan sosial
yang dialami orang-orang Palestina di bawah pendudukan Israel telah membuat
bekas luka di kesejahteraan psikologis warga sipil.
Palestina menderita gangguan kesehatan mental tertinggi di Timur Tengah, dengan lebih dari 40 persen orang Palestina menderita depresi klini, tertinggi di dunia. Menurut Tribunnews, serangan Israel di Jalur Gaza telah merusak 50 sekolah dalam seminggu terakhir.
Menurut Kompas, serangan udara dan penembakan artileri Israel menghancurkan 53 sekolah di Gaza. Menurut Detikinet, serangan Israel terhadap Palestina telah merusak sistem pendidikan tinggi Gaza dan membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan beberapa generasi untuk memperbaikinya.
BBC News Indonesia menulis bahwa anak-anak
di Gaza yang selamat dari serangan Israel mengalami trauma dan depresi. Banyak
dari mereka kehilangan orang tua, kakak, atau adik, dan kembali ke kehidupan
normal sangat sulit. Sebagian dari mereka membutuhkan bantuan seperti konseling
serta terapi.
Program Pendidikan sambil Bermain
Dalam kondisi seperti ini, penting bagi pemerintah dan masyarakat internasional untuk memberikan dukungan psikologis kepada siswa Palestina. Dukungan ini dapat berupa konseling, terapi, dan program-program lain yang dapat membantu siswa mengatasi trauma dan depresi.
Menurut Xinhua
dikutip dari Antara News, seorang pemuda Palestina bernama Mohammed al-Amasi
bersama lima rekannya yang merupakan relawan dari organisasi non-pemerintah
Palestinian Youth for Peace and Development meluncurkan program pendidikan sambil
bermain untuk menghadirkan tawa dan permainan bagi anak-anak pengungsi di Gaza.
Seorang sukarelawan berinteraksi dengan anak-anak
selama kegiatan stimulasi dan bantuan psikologis di sebuah sekolah yang
berafiliasi dengan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina
(UNRWA) di kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, 8 November 2023. (Xinhua/Rizek
Abdeljawad)
Mereka mengunjungi sekolah-sekolah yang menjadi pusat
pengungsian di Gaza, dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tersebut secara
gratis untuk anak-anak pengungsi. Mereka juga memberikan bantuan berupa buku,
alat tulis, mainan, dan peralatan lain yang dibutuhkan oleh anak-anak.
Program pendidikan sambil bermain adalah salah satu
bentuk dukungan psikologis yang dapat diberikan kepada anak-anak penyintas
konflik, khususnya di Gaza. Program ini menggabungkan kegiatan belajar dengan
kegiatan bermain yang menyenangkan dan menarik, sehingga anak-anak dapat
belajar sambil bersenang-senang. Program ini juga dapat membantu anak-anak
mengembangkan keterampilan sosial, emosional, dan kognitif mereka, serta
meningkatkan rasa percaya diri dan kreativitas mereka.
Seorang sukarelawan berinteraksi dengan anak-anak
selama kegiatan stimulasi dan bantuan psikologis di sebuah sekolah yang berafiliasi
dengan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di
kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, 8 November 2023. (Xinhua/Rizek
Abdeljawad)
Beberapa contoh kegiatan yang dilakukan dalam program
pendidikan sambil bermain adalah menggambar, mendongeng, dan bernyanyi.
Anak-anak dapat mengekspresikan perasaan, pikiran, dan
imajinasi mereka melalui gambar. Mereka juga dapat belajar tentang warna,
bentuk, dan pola. Menggambar dapat membantu anak-anak mengurangi stres,
meningkatkan fokus, dan melatih koordinasi mata dan tangan.
Selain itu, mendengarkan atau menceritakan kisah-kisah
yang menarik, menghibur, atau menginspirasi. Mereka juga dapat belajar tentang
budaya, sejarah, dan nilai-nilai yang baik. Mendongeng dapat membantu anak-anak
meningkatkan kosa kata, kemampuan berbicara, dan daya ingat.
Untuk meredakan kondisi traumatis anak-anak serta
memenuhi hak dan kebutuhan belajar mereka, dapat dilakukan dengan menyanyikan
lagu-lagu yang menyenangkan, mengharukan, atau bermakna. Mereka juga dapat
belajar tentang musik, ritme, dan nada. Bernyanyi dapat membantu anak-anak
mengurangi kecemasan, meningkatkan suasana hati, dan melatih pernapasan dan
suara.
Pentingnya Aksi Nyata dari Masyarakat Internasional
Dalam kondisi politik dan sosial yang tidak stabil
seperti di Palestina, kesehatan mental siswa menjadi sangat penting. Oleh
karena itu, pemerintah dan masyarakat internasional harus memberikan dukungan
psikologis kepada siswa Palestina, serta memperjuangkan hak pendidikan yang
layak bagi mereka. Dengan demikian, siswa Palestina dapat hidup dan berkembang
dengan baik, serta memiliki harapan dan impian untuk masa depan yang lebih
baik.
Program-program seperti pendidikan sambil bermain
adalah salah satu contoh nyata dari upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
membantu siswa Palestina mengatasi kesulitan dan tantangan yang mereka hadapi.
Program-program ini juga dapat menunjukkan kepada dunia bahwa siswa Palestina
adalah anak-anak yang cerdas, kreatif, dan berbakat, yang layak mendapatkan
kesempatan dan perlakuan yang sama dengan anak-anak lain di seluruh dunia.
Penulis : Arum Kusuma*
Editor : Sukmasih/VNN
*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa