Bahkan dibeberapa tempat kerja, ketika kita jujur bukan apresiasi yang didapatkan, bahkan malah disingkirkan dari tempat kerja itu.
Kita sering kali mengukur ketaatan kepada Allah dengan ukuran menang dan kalah di dalam realitas dunia. Padahal kalau kita renungi, kaya atau miskin, rupawan atau tidak rupawan adalah ujian ketakwaan kita. Segala keadaan yang ditakdirkan kepada kita membawa semakin kuat tingkat ketakwaan kita atau membawa kita menjadi manusia tercela.
Keadaan seperti itu membawa keadaan manusia yang tadinya jujur karena lingkungan kerja yang tak baik dia jadi terbawa arus itu, ia menjadi pelaku koruptor, ia menjadi pelaku maksiat agar ia bisa diterima dan tidak tersingkir.
Padahal saat kita tersingkir itu ketakwaan kita sedang di uji.
setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan kepada kami. (QS. Al Anbiya:35)
Imam ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan " kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan" adalah Allah akan menguji manusia dengan musibah dan juga nikmat untuk melihat siapakah diantara hamba-Nya yang bersyukur dan siapa yang kufur, siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa.
Ketika kita membuang sampah pada tempatnya di tengah-tengah kebiasaan sekitar kita yang membuang sampah sembarangan. Hal ini membuat kita berpikir apa yang kita lakukan sia-sia, karena tetap saja banjir, jadi perbuatan kita membuang sampah pada tempatnya tak ada guna-nya.
Padahal, bukan berhasil atau tidak berhasil tujuannya, walaupun tetap banjir. Kegiatan membuang sampah pada tempatnya adalah bentuk takwa kita kepada Allah, karena menjaga kebersihan adalah perintah Allah, selebih upaya itu seakan tak berguna karena tetap banjir, tapi bukan itu tujuannya. Kita tetap iatiqomah atau putus asa ditengah keadaan itu.
Iman dan takwa itu bukan diukur dari menang dan kalah tapi dari keistiqomahan pada iman dan takwa dalam keadaan apapun.
Para mujahid di Palestina itu adalah orang yang menang karena berpuluh tahun mampu bertahan dalam keimanan walaupun dalam keadaan di bantai oleh zionis Israel.
Bilal bin rabah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (Ethiopia), disiksa oleh majikannya bernama ummayah secara terus menerus di bawah terik matahari.
Bilal ditelantangkan menghadap matahari dan dadanya ditindih oleh batu besar sehingga nafasnya sesak agar ia meninggalkan Muhammad dan kembali ke agamanya yang dulu.
Bilal bertahan pada iman nya dengan mengucap "ahad, ahad, ahad" dengan lirih bermaksud mengucap Allahu Ahad (Allah Maha Esa).
Saudaraku, bertahanlah pada ketakwaan, peranglah melawan hawa nafsu kita sendiri, perang melawan hawa nafsu benar-benar sangat sulit dan berat. Seseorang tidak mengetahui dan menyadari bahwa dirinya sedang memiliki musuh. Yaitu nafsu.
Nafsu yang dimaksud adalah dorongan dalam diri seseorang karena nikmat atau takut. Dorongan agar semakin dihargai orang lain, semakin kaya dengan menghalalkan berbagai cara, dan memiliki pangkat dan jabatan, dan dorongan melakukan hubungan seks yang tidak pada tempatnya yang benar.
Seorang yang mengikuti hawa nafsu akan berakhir merugi dan bahkan celaka, kita yang awalnya orang baik lalu takut disingkirkan dan cenderung mengikuti yang dominan dalam kemaksiatan dan kecurangan adalah orang yang kalah dengan nafsunya.
Sahabatku, untuk dunia, berhasil atau gagal, kaya atau miskin, kalah atau menang adalah takdir Allah. Pilihan kita hanya dua, berjalan di jalan Allah atau dijalan selain-Nya.