Matinya integritas karena hilangnya
ketakutan manusia terhadap Tuhan, terhadap balasan yang diakhirat nanti dari apa yang dilakukannya di
dunia ini. Lupa nya manusia bahwa dunia ini fana dan kehidupan setelah mati
adalah kehidupan yang abadi.
Satu contoh kecil, UN tingkat pendidikan dasar dan menengah. Sejak
saya duduk di SMP sampai saya SMK, murid-murid, pengawas dan
panitia semua menandatangani pakta integritas ketika UN berlangsung. Paling
tidak satu kalimat pernyataan bahwa, "saya mengerjakan soal dengan jujur
dan tidak curang" musti ditandatangani. Akan tetapi kecurangan tetap saja
berlangsung.
Dulu semasa
saya SMP, sekitar 13 tahun lalu, setiap siswa menerima 1 soal naskah ujian.
Semua siswa menerima naskah ujian yang persis sama. Selang beberapa tahun,
peserta UN akan mendapat dua naskah ujian yang akan diselang-seling setiap
meja. Makin kemari, ditambah lagi variasi naskah ujian menjadi lima. Dan
terakhir 20 pelajar yang akan mengikuti ujian dalam satu kelas akan mendapatkan
naskah ujian yang berbeda satu sama lain.
Bayangkan
berapa biaya yang diperlukan untuk mengembangkan 1 naskah soal menjadi 20
variasi naskah soal? Tambahan biaya untuk tim pembuat naskah, plat cetak untuk
20 naskah, sampai tambahan tim bantu pengerjaan soal agar kunci jawaban bisa
segera didapat sehari atau pagi sebelum pelaksanaan tentu sangat besar.
Namun, sekali
lagi, variasi soal dan fakta integritas ternyata tidak dapat menghapus fenomena
umum dan rahasia masyarakat "pendidikan". Bahwa dalam setiap Ujian
Nasional terdapat Kepala Sekolah, Yayasan, Disdik, Pemda sampai Pemerintah
Pusat yang bekerja membantu siswanya untuk dapat nilai yang memadai untuk lulus
UN.
Dalam Penyelenggaraan pemilu,
Integritas adalah suatu keniscayaan,
sebab tanpa penyelenggara, elit politik dan peserta pemilu yang berintegritas,
maka hasil pemilu tidak akan berkualitas. Hasil pemilu yang tidak berkualitas
menyebabkan tidak adanya ‘trust´ dari
masyarakat dan mempermudah munculnya oligarki yang membajak kedaulatan rakyat.
Seyogyanya pemilu yang berkualitas
akan menghasilkan pemimpin yang baik pula namun fakta dilapangan yang sering
terjadi adalah keterputusan elektoral antara pemilih dan yang dipilih. Tidak ada
hubungan antara pemilih dan yang dipilih
atau telah terjadi keterputusan elektoral dengan kata lain aspirasi pemilih atau rakyat selaku pemilik
kedaulatan tidak tersampaikan dalam pengambilan kebijakan publik.
Kalau rakyat selaku pemilik kedaulatan
tidak lagi berkuasa , maka hal ini merupakan tanda lonceng kematian demokrasi
di Indonesia. Politik tanpa mengutamakan Integritas akan memunculkan persaingan
perebutan kekuasaan yang mengabaikan nilai-nilai moral. Bila nilai-nilai moral
diabaikan, maka manusia akan menjadi serigala-serigala yang saling memangsa
sesamanya.
Di dunia pendidikan, Pemerintah pusat sering merasa punya solusi
atas kecurangan masal yang biasa terjadi dalam UN. Pertama, penghapusan tujuan
dari kecurangan itu, UN kini bukan lagi faktor penentu kelulusan siswa. Kedua,
hapus semua jalur panjang naskah ujian dari daerah sampai sekolah dengan dibuat
ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Biar mesin yang mengantarkan soal dan
mengolah nilai siswa tanpa manusia terlibat di antaranya.
Negara gagal memperbaiki tuntas moral manusia-manusia para
penyelenggara UN dan mereka menggantinya dengan mesin. Komputer tak akan curang
dan tak bisa bermuslihat. Kecuali manusia-manusia yang mengelolanya berbuat
demikian. Â
Begitulah
perkutatan dunia pendidikan menghadapi kecurangan. Betapa repotnya bangsa ini
untuk sekadar menegakkan kejujuran dalam UN. Makna lainnya, betapa kita semua
gagal menghasilkan kejujuran di tengah pendidikan kita. Bahkan kita nyaris
menyerah dan lebih percaya kepada benda bernama komputer. (Nuun)
Integritas bukan melulu soal hak. Integritas
bukan hanya bagaimana tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya. Namun lebih
luas dari itu. Dalam konteks pekerjaan, integritas adalah bagaimana kita
melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Tidak
menyimpang dari prosedur. Bahkan ketika tidak ada seorangpun yang mengetahuinya.
Matinya Integritas dalam diri terkait
erat dengan kenikmatan, kemudahan, dan kepraktisan dalam regulasi kehidupan manusia.
Uang, Jabatan, dan lawan jenis adalah senjata berbahaya untuk langsung
menikam jantung integritas itu. Manusia diharuskan merancang pakaian anti
peluru yang mampu menahan tikaman itu. Baju itu berupa iman dan takwa.
Hari ini dalam rangka harapan
kehidupan yang sehat generasi selanjutnya, kita berharap integritas itu tidak
benar-benar mati di dalam diri manusia, semoga ia hanya mati suri. !