Menteri Keuangan Sri Mulyani |
VNN.CO.ID, Tangereng - Penerimaan pajak untuk tahun 2025 ditargetkan pemerintah mencapai Rp2.189,3 triliun, naik 13,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa peningkatan ini akan diperoleh dari kenaikan pajak penghasilan (PPh) nonmigas serta pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Dikutip dari Tempo.co, salah satu langkah untuk memenuhi target ini adalah melalui pengawasan terhadap ekonomi bawah tanah atau underground economy yang selama ini luput dari pembayaran pajak.
Saat konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 14 November 2024, Sri Mulyani menyebutkan bahwa pemerintah saat ini sedang memetakan aktivitas ekonomi ilegal dan bawah tanah untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Pemetaan aktivitas ilegal berbeda dengan ekonomi bawah tanah. Ekonomi bawah tanah cenderung menghindari pajak, sehingga pendekatannya berbeda," ujar Sri Mulyani. "Proses ini sedang dilakukan oleh Pak Wamenkeu Anggito beserta tim pajak, bea cukai, dan PNBP."
Industri minyak kelapa sawit (CPO) menjadi salah satu sorotan dalam penghindaran pajak, dengan modus yang sering digunakan antara lain manipulasi luas lahan dan transfer pricing.
Kemenkeu berencana untuk menindaklanjuti setiap pelanggaran sesuai dengan jenisnya. Adapun untuk aktivitas ekonomi bawah tanah yang bersifat kriminal, seperti judi online, pemerintah akan bekerja sama dengan lintas kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.
Menurut Sri Mulyani, proses pemetaan ini akan dilakukan secara bertahap dan melibatkan koordinasi dengan berbagai pihak terkait.
Dilansir dari Tempo.co, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah berhasil mencegah potensi kerugian negara hingga Rp3,9 triliun dari 31.275 kasus penyelundupan selama periode Januari hingga November 2024.
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa tarif PPN akan dinaikkan menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025, sesuai mandat undang-undang yang berlaku.
Kebijakan ini diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 2021, dengan pertimbangan terhadap sektor kesehatan dan kebutuhan pokok yang terdampak pandemi COVID-19.
"Ketika kami menyusun kebijakan perpajakan, termasuk PPN ini, langkahnya tidak diambil secara sembarangan, melainkan mempertimbangkan berbagai sektor," jelas Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.
Pemerintah akan berhati-hati dalam penerapan kebijakan ini dan siap memberikan sosialisasi yang jelas kepada masyarakat.
Dikutip dari Tempo.co, kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025 tertuang dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut, kenaikan PPN dilakukan bertahap, dari 11 persen pada April 2022 hingga menjadi 12 persen pada 2025. Namun, dengan kondisi daya beli yang cenderung melemah, sejumlah pihak meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan ini.
Penulis: Sukmasih